Senin, 22 November 2010

ada di Lampura

Bendungan way arem

Terletak di desa Pekurun Kecamatan Abung Barat atau 36 Km dari Kotabumi, atau 113 Km dari Kota Bandar Lampung. Obyek Wisata Way Rarem Memiliki luas 49,2 Ha tinggi bendungan –59 m dan kedalaman air 32m, luas genangan 1200 ha. Disamping untuk Obyek Wisata. Bendungan Way Rarem juga berfungsi sebagai irigasi yang dapat mengairi seluas – 22.000 ha, untuk Kecamatan Abung Timur, Tulang Bawang Tengah, Tulang Bawang Udik dan Kotabumi. Terdapat beberapa spesies ikan hias air tawar khas seperti ikan Sumatera dll. Lingkungan alam dan suasana perkampungan merupakan ciri khas lokasi ini.Sumber



Bendungan Tirta Shinta

Terletak di Desa Wonomarto Kecamatan Kotabumi dengan jarak tempuh – 10 Km dari Kotabumi, atau 111 Km dari Bandar Lampung. Sumber













Air terjun curup paten
terletak di desa suka menanti kecamatan bukit kemuning degan jarak tempuh dari kotabumi sekitar 40 Km. air terju ini memiliki tiga tingkatan denganketinggian sekitar 4 m untuk masing - masing tingkatan















Air terjun Curup Selampung
terletak di desa gunung bertuah kecamatan abung barat dengan jarak tempuh sekitar 35 Km dari kotabumi. di lokasi ini terdapat 2 air terjun masing tinggi 12 m lebar 15 m dan tinggi 20 m lebar 3 m yang di temukan oleh Alm Selampung tahun 1973

wisata budaya / sejarah
sanggar - sanggar seni budaya sebagai pelestarian seni budaya nenek moyang kabupaten lampung utara.sanggar tersebut di antaranya sanggar kemalo bumi rayo yang telah berhasil meraih berbagai prestasi tingkat nasional.
kode iklan kumpul blogger di sini

Kamis, 18 November 2010

ADMINISTRASI PEMERINTAH



Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964 adalah merupakan Keresidenan Lampung, yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1964, yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 14 tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi Lampung dengan Ibukota Tanjungkarang-Telukbetung. Selanjutnya Kotamadya Tanjungkarang-Telukbetung tersebut berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 1983 telah diganti namanyamenjadi Kotamadya Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 Juni 1983.Gambaran Umum Daerah Lampunglvi Lampung Dalam Angka 2009 Secara administratif Provinsi Lampung dibagi dalam 11 (sebelas) Kabupaten/Kota , yang selanjutnya terdiri dari beberapa wilayah Kecamatan dengan perincian sebagai berikut :

1. Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukotanya Liwa, luas wilayahnya 4.950,40 Km2 terdiri dari 17 (tujuh belas) kecamatan.

2. Kabupaten Tanggamus dengan Ibukotanya Kota Agung, luas wilayahnya 3.356,61 Km2 terdiri dari 28 (dua puluh delapan) kecamatan.

3. Kabupaten Lampung Selatan dengan Ibukotanya Kalianda, luas wilayahnya 2.007,01 Km2 terdiri dari 17 (tujuh belas) kecamatan.

4. Kabupaten Lampung Timur dengan Ibukotanya Sukadana, luas wilayahnya 4.337,89 Km2 terdiri dari 24 (dua puluh tiga) kecamatan.

5. Kabupaten Lampung Tengah dengan Ibukotanya Gunung Sugih, luas wilayahnya 4.789,82 Km2 terdiri dari 28 (dua puluh delapam) kecamatan.

6. Kabupaten Lampung Utara dengan Ibukotanya Kotabumi, luas wilayahnya 2.725,63 Km2 terdiri dari 23 (dua puluh tiga) kecamatan.

7. Kabupaten Way Kanan dengan Ibukotanya Blambangan Umpu, luas wilayahnya 3.921,63 Km2 terdiri dari 14 (empat belas) kecamatan.

8. Kabupaten Tulangbawang dengan Ibukotanya Menggala, luas wilayahnya 7.770,84 Km2 terdiri dari 28 (dua puluh delapan) kecamatan.

9. Kabupaten Pesawaran dengan Ibukota Gedong Tataan, luas wilayahnya 1.173,77 Km2 terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan.

10. Kota Bandar Lampung dengan luas wilayah 192,96 Km2 terdiri dari 13 (tiga belas) kecamatan.

11. Kota Metro dengan luas wilayah 61,79 Km2 terdiri dari 5 (lima kecamatan)



Sejak berdirinya Provinsi Lampung tahun 1964 sampai saat ini telah dijabat oleh 9 (sembilan) Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berturut-turut sebagai berikut :

1. KOESNO DANU UPOYO : Menjabat gubernur / KDH Tingkat I dari tahun 1964 s.d 1966

2. Hi. ZAINAL ABIDIN PA : Menjabat gubernur / KDH Tingkat I dari tahun 1966 s.d 1972

3. R. SOETIYOSO : Menjabat gubernur / KDH Tingkat I dari tahun 1972 s.d 1978

4. YASIR HADIBROTO : Menjabat gubernur / KDH Tingkat I dari tahun 1978 s.d 1988

5. POEDJONO PRANYOTO : Menjabat gubernur / KDH Tingkat I dari tahun 1988 s.d 1998

6. Drs. O E M A R S O N O : Menjabat gubernur / KDH Tingkat I dari Tahun 1998 s.d 2002

7. HARI SABARNO : Menteri Dalam Negeri Selaku Pejabat Pembina Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung, 2002 s.d 2004

8. Drs. Hi. SJACHROEDDIN ZP, SH : Menjabat gubernur dari tahun 2004 s.d 2008

9. Drs. SYAMSURYA RYACUDU : Menjabat gubernur dari tahun 2008 s.d 2009

10. Drs. Hi. SJACHROEDDIN ZP, SH : Menjabat gubernur dari tahun 2009 s.d sekarang





Sedangkan pejabat yang pernah menduduki Wakil Gubernur Lampung adalah sebagai berikut:

1. Drs. A. SUBKI HARUN : Menjabat Wakil Gubernur dari tahun 1984 s.d 1988

2. Drs. MAN HASAN : Menjabat Wakil Gubernur dari tahun 1989 s.d 1993

3. Drs. SUWARDI RAMLI : Menjabat Wakil Gubernur bidang Pemerintahan dari tahun 1994 s.d 1998

4. Drs. OEMARSONO : Menjabat Wakil Gubernur bidang Ekonomi dan Pembangunan dari tahun 1994 s.d 1998

5. Drs. SYAMSURYA RYACUDU : Menjabat Wakil Gubernur dari tahun 2004 s.d 2008

6. Ir. MS. JOKO UMAR SAID, MM : Menjabat Wakil Gubernur dari tahun 2009 s.d sekarang



PEMDA Provinsi Lampung telah menetapkan PERDA No. 09 Tahun 2007, tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi, Sekretariat DPRD dan Staff Ahli Gubernur.Dalam Perda tersebut terdiri dari:

1 Sekretaris Daerah, secara hirarkis dibantu oleh para asisten, Biro-biro, Bagian-bagian dan Sub Bagian.

2 Asisten-asisten Sekretaris Daerah tersebut adalah :

a.Asisten I Sekretaris Daerah, Mengkoordinir tugas-tugas di bidang Pemerintahan.

b.Asisten II Sekretaris Daerah, Mengkoordinir tugas-tugas di bidang Ekonomi Pembangunan.

c.Asisten III Sekretaris Daerah, Mengkoordinir tugas-tugas di bidang Kesejahteraan Sosial.

d.Asisten IV Sekretaris Daerah, Mengkoordinir tugas-tugas di bidang Administrasi Umum.

3 Sekretariat DPRD yang terdiri Bagian Umum, Bagian Keuangan, Bagian Persidangan dan Risalah, Bagian Humas dan Protokol.

4 Staf Ahli Gubernur yang terdiri dari Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik, Bidang Pemerintahan,Bidang Pembangunan, Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Bidang Ekonomi dan Keuangan.



Selain itu telah ditetapkan pula PERDA No. 10 Tahun 2007, tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Provinsi Lampung yang terdiri atas 11 Badan,Inspektorat Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja Daerah, Rumah Sakit Umum Daerah dan RumahSakit Jiwa. PERDA No. 11 Tahun 2007, tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Lampung, yang terdiri atas 18 Dinas. PERDA No. 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Sebagai bagian dari Perangkat Daerah pada Pemerintahan Provinsi Lampung. Peraturan Gubernur No. 14 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Provinsi Lampung.
kode iklan kumpul blogger di sini

Rabu, 17 November 2010

Teori asal orang Lampung

Ompung Silamponga : Teori Asal Usul Nama Lampung

Menurut cerita, di daerah yang kini disebut Tapanuli, meletuslah sebuah gunung berapi. Karena letusannya sangat hebat, banyak penduduk mati akibat semburan api, lahar, dan batu-batuan dari gunung berapi itu. Akan tetapi, banyak juga yang berhasil menyelamatkan diri. Meletusnya gunung berapi di Tapanuli itu, menurut cerita membentuk sebuah danau yang sekarang disebut Danau Toba.

Ada empat bersaudara di antaranya yang berhasil selamat dari letusan gunung berapi itu. Mereka menyelamatkan diri dan meninggalkan Tapanuli menuju ke arah tenggara. Mereka naik sebuah rakit menyusuri pantai bagian barat Pulau Swarnadwipa, sekarang bernama Pulau Sumatra.

Keempat bersaudara itu bernama Ompung Silitonga, Ompung Silamponga, Ompung Silatoa, dan Ompung Sintalaga. Berhari-hari mereka berlayar dengan rakit, terus menyusuri pantai. Berbulan-bulan mereka terombang-ambing di laut karena perjalanan mereka tanpa tujuan. Persediaan makanan yang dibawa makin lama makin menipis. Beberapa kali empat bersaudara itu singgah dan mendarat di pantai untuk mencari bahan makanan. Entah karena apa, pada suatu hari ketiga saudara Ompung Silamponga tidak mau melanjutkan perjalanan, padahal Ompung Silamponga saat itu sedang sakit. Mereka turun ke darat dan menghanyutkan Ompung Silamponga dengan rakit yang mereka tumpangi sejak dari Tapanuli. Berhari-hari Ompung Silamponga tidak sadarkan diri di atas rakitnya.

Akhirnya pada suatu hari, Ompung Silamponga terbangun karena ia merasakan rakitnya menghantam suatu benda keras. Setelah membuka mata, Ompung Silamponga kaget. Rakitnya sudah berada di sebuah pantai yang ombaknya tidak terlalu besar. Anehnya, Ompung Silamponga merasa badannya sangat segar. Segera ia turun ke pasir, melihat sekeliling pantai. Dengan perasaan senang, ia tinggal di pantai itu. Kebetulan di sana mengalirsebuah sungai berair jernih. Ompung berpikir, disitulah tempatnya yang terakhir, aman dari letusan gunung berapi. Ia tidak tahu sudah berapa jauh ia berlayar. Ia juga tidak tahu di mana saudara-saudaranya tinggal.

Cukup lama Ompung tinggal di daerah pantai, tempatnya terdampar. Menurut cerita, tempat terdamparnya Ompung Silamponga dulu itu kini bernama Krui, terletak di Kabupaten Lampung Barat, tepatnya di pantai barat Lampung atau disebut dengan daerah pesisir. Setiap hari Ompung bertani, yang bisa menghasilkan bahan makanan. Tidak disebutkan apa jenis tanaman yang ditanam Ompung saat itu.

Karena sudah lama tinggal di daerah pantai, ingin rasanya Ompung berjalan-jalan mendaki pegunungan di sekitar tempat tinggalnya. Semakin jauh Ompung masuk ke hutan, semakin senang ia melakukan perjalanan seorang diri.

Pada suati hari, sampailah Ompung di suatu bukit yang tinggi. Dengan perasaaan senang, ia memandang ke arah laut, lalu ke arah timur dan selatan. Ia sangat kagum melihat keadaaan alam sekitar tempatnya berdiri, apalagi di kejauhan tampat dataran rendah yang sangat luas.

Karena hatinya begitu gembira, tidak disadarinya ia berteriak dari atas bukit itu, ”Lappung … Lappung … Lappung!” Kata lappung berarti luas dalam bahasa Tapanuli. Dalam hati Ompung, pasti di sekitar dataran rendah yang luas itu ada orang. Dengan tergesa-gesa, ia menuruni bukit dan menuju dataran rendah yang ia lihat dari atas bukit.

Ompung pun sampai di tempat yang ia tuju, Ia bertekad untuk tinggal di dataran itu selamanya dan akan membangun kampung baru. Setelah sekian tahun menetap, barulah Ompung bertemu dengan penduduk daerah itu yang masih terbelakang cara hidupnya. Meskipun demikian, mereka tidak mengganggu Ompung, bahkan sangat bersahabat.

Akhirnya, Ompung pun meninggal dunia di daerah yang ia sebut Lappung, kini bernama Sekala Berak atau Dataran Tinggi Belalau di Lampung Barat.

Menurut cerita rakyat di daerah itu, bahkan ahli sejarah tentang Lampung, nama Lampung itu sendiri berasal dari nama Ompung Silamponga. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa nama Lampung berasal dari ucapan Ompung Silamponga ketika berada dia atas bukit, setelah melihat adanya dataran yang luas. Perlu diketahui, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung, Prof. Hilman Hadikusuma, SH, memasukkan legenda Ompung Silamponga sebagai teori ketiganya tentang asal-usul Lampung. Beliau menyebutkan bahwa Sekala Berak adalah perkampungan pertama orang Lampung. Penduduknya disebut orang Tumi atau Buay Tumi.

Kesimpulan

Menyimak kisah Ompung Silamponga di atas, jelaslah bahwa jenis cerita rakyat di atas adalah legenda rakyat Lampung yang masih dikenal banyak orang sampai kini. Terlepas benar atau tidaknya riwayat Ompung Silamponga itu, kita telah memperoleh pelajaran cukup penting tentang perjalanan anak manusia yang tabah dan tidak kenal menyerah dalam usahanya mencari kehidupan yang baru. Di mana pun ia berada, ia dapat melangsungkan kehidupannya, yang penting berusaha dan bekerja.

Disadur dari Buku ”Cerita Rakyat dari Lampung” oleh Naim Emel Prahana
kode iklan kumpul blogger di sini

Senin, 15 November 2010

Budaya Lampung


Budaya Lampung

            Budaya Lampung dalam tulisan ini, yakni kultur kehidupan orang Lampung. Orang Lampung ialah semua orang yang ayahnya adalah juga orang Lampung, kakak dan buyutnya memang pribumi Lampung sejak dahulu kala, ber-kebuayan yang jelas asal usulnya sebagai orang Lampung. Juga dianggap menjadi orang Lampung, orang yang sebelum dia lahir ayahnya (suku lain), tetapi telah dinaturalisasikan secara adat dengan telah diakui menjadi anggota salah satu buay orang Lampung, dan yang bersangkutan mengimplementasikan adat Lampung, maka orang tersebut adalah juga orang Lampung.
Adat budaya Lampung yang diutarakan di sini, terbatas pada pilar yang sejalan dengan ajaran agama Islam, yang patut untuk dilestarikan sepanjang masih pada pola adat-istiadat Lampung.
Berbicara mengenai suatu adat budaya daerah, tidak usah dikhawatirkan akan dinilai mengembangkan pikiran primordial, bakal merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Pengungkapan ataupun pembahasan mengenai kebudayaan daerah, atau apa saja yang berkaitan dengan daerah, sama sekali tidak akan membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa sepanjang ihwalnya masih dalam koridor wawasan kebangsaan. Karena kebudayaan bangsa Indonesia pada dasarnya totalitas dari kebudayaan daerah yang ada di seluruh Indonesia.
Di Lampung ada dua bentuk masyarakat adat Lampung: Saibatin dan Pepadun. Kedua-duanya mempunyai kesamaan pada adat yang pokok dan beragama pada tata-laksana, sarana dan busana adat istiadatnya.
Karena itu sering muncul pengertian yang salah, bahwa orang Lampung terdiri dari dua etnis berbeda. Sebetulnya tidak berbeda, sekadar terdiri dari dua jughai (zuriah) penganut adat Lampung Saibatin dan Pepadun, pada satu tanah bumi (Lampung).
Saibatin: semua buay orang Lampung di Lampung Barat, sebagian besar di Tanggamus, Kedondong, Way Lima, Ratai, Padang Cermin, Teluk Betung, dan Kalianda. Pepadun: semua buay Pubian Telu Suku, Abung Sewo Mego, Sungkai, Tulangbawang, dan Way Kanan.
Adat Lampung yang pokok adalah:
·         Pertama, sistem kekerabatan orang Lampung patrilinial. Karena itu "anak tertua" orang Lampung yang laki-laki, ketika ia telah berumah-tangga, otomatis menjadi penganyom dan pemimpin termasuk persoalan yang menyangkut adat bagi semua anak dan cucu ayahnya.
·         Kedua, sistem tuha jaghu, tuha gha ja (Saibatin, Punyimbang) bagi semua keluarga besar sumbay dan buay.
·         Ketiga, sistem ghasan sanak (sebambangan), membawa gadis secara resmi untuk dinikahi menjadi isteri, ada surat penerang (penepik) serta sedikit uang. Gadis yang dibambangkan menjelaskan "ia telah bertemu jodoh dibawa ke rumah orang tua si pulan bertujuan menikah, mohon rela dari ibu dan ayah menikahkan".
·         Keempat, sistem ghasan sai tuha, ngukeh, ngantak salah atas perintah pimpinan adat bujang/pria yang ngebambang gadis, beberapa orang tua tua buay bujang segera datang ke rumah pimpinan adat si gadis melaporkan bahwa gadis mereka ada pada buay bujang, mohon disikapi secara baik. Para tua adat yang datang menyerahkan senjata (keris). Jika senjata yang diserahkan diterima pimpinan adat si gadis, terjadilah "damai" dan pernikahan bujang dan gadis yang sebambangan segera untuk dilaksanakan melalui musyawarah dan mufakat ghasan dandanan tua-tua kedua belah pihak.
·         Kelima, sistem dau bulanja yaitu pemberian sejumlah uang (jujogh) dan uang adat lainnya dari keluarga bujang kepada keluarga gadis yang dilamar, maka si bujang berstatus ngakuk (sang istri sepenuhnya) dalam dan di bawah kedaulatan adat buay suaminya.
·         Keenam, sistem bunatok, sesan, yaitu berbagai barang bawaan si istri berupa "perabotan rumah", buat perlengkapan rumah-tangga pasangan suami isteri, jika sang istri dijujogh secara adat seperti tersebut di atas.
·         Ketujuh, sistem ghasan buhimpun (bermusyawarah), bagi hal-ihwal yang penting akan nayuh, bugawi, sehubungan ada anggota keluarga akan menikah atau telah menikah, ngeluagh, ngakughuk, ngejuk-ngakuk akan diresmi dirayakan, atau akan ditayuh digawikan (geghok). Dan ghasan buhimpun juga digelar ketika menetapkan gelar gelar adat (inai-adok, amai adek) warga yang akan diresmikan waktu nayuh "kawinan" atau nayuh, bugawi, karena tuha jaghu buay dinobatkan cakak suntan, cakak pepadun.
·         Delapan, sistem peresmian (penobatan) pemberian glar adat "butetah", "nyanangken amai adek".

·         Kesembilan, sistem menggelar nayuh, bugawi (gerok) melalui ucapan (tangguh/tenyawaan lisan), bukan dengan melalui "surat undangan", buat menghadirkan kelaurga besar; puaghi, kemanan, keminan, nakbai/menulung, lebu kelama, kenubi, indai/suaghi, sabai/pesabaian. (Tayuh bah mekonan) juga seperti itu, dengan menghadirkan tuha jaghu sumbay dan buay lain yang ada di pekon tempat nayuh bersangkutan. Tayuh balak juga seperti itu, dengan menghadirkan tuha jaghu buay, buay yang ada di marga yang nayuh serta tuha jaghu marga-marga lainnya.
·         Kesepuluh, sistem nyambai, cangget, canggot, miah damar; para bujang (meghanai) dan gadis (muli) keluarga yang nayuh, bersama muli- meghanai warga tuha jaghu bah mekonan tadi, menggelar "malam gembira" pada malam hari di hari munus 1 menjelang hari "H" nayuh. Muli-meghanai tersebut menggembirakan tayuhan, dengan menari dan pantun balas berbalas (setimbalan), di bawah pimpinan kepala bujang sebagai jenang atau panglaku, diawasi tuha jaghu dan tua-tua "baya" (yang punya tayuhan). Inti pendana dan tulang belakang pendukung pelaksanaan sebuah tayuhan, yaitu batangan, kelama dan "puaghi menulung" yang di-tayuh-kan.
·         Kesebelas, sistem buhaghak; prosesi arak-arakan tuha jaghu lapah di tanoh (sai tuha ngantak/nyunsung "maju" (pengantin) atau sanak besunat/anak khitanan.
·         Kedua belas, sistem laki laki bukan kerabat dekat "mahram" tidak boleh bertandang ke perempuan atau gadis (ngobrol) dalam rumah atau menyepi di tempat lain, kecuali jika di situ ada suami atau laki laki mahram mereka.
·         Ketiga belas, sistem tuha jaghu (pemimpin adat) tidak boleh kencing berdiri.
·         Keempat belas, sistem pemimpin adat tidak boleh berbuat maksiat (melanggar perintah dan larangan Allah swt.), serta melawan hukum yang berlaku di dalam negara pada umumnya.
·         Kelima belas, sistem terutama pemimpin adat tidak boleh menceraikan istrinya.
·         Keenam belas, sistem laki laki tidak boleh "mandi" di pangkalan mandi perempuan, dan juga sebaliknya.
·         Ketujuh belas, sistem mindai, sewaghi; angken mengangkan, saling menganggap "bersaudara" dunia akhirat, antara dua insan sama sama laki laki atau sama perempuan (tidak ada pertalian kerabat dekat), yang diterangkan di hadapan pemimpin adat kedua belah pihak karena ada keserasian watak yang positif, kesamaan alur berpikir, mentalitas dan moralitas mereka berdua sama baik
·         Kedelapan belas, sistem "anjau silau", yaitu tengok-menengok berprinsip "silaturahmi", antara warga buay, sumbay yang satu kepada lainnya. Oleh karena itu, dari awal sejak status diri "bakal menjadi keluarga", yaitu setelah ada keputusan ghasan dandanan/ghasan sai tuha saling terima, akan melaksanakan perkawinan anak mereka.
·         Kesembilan belas sistem manjau muli, bukadu, yaitu meghanai yang bermaksud menyunting muli untuk menjadi istri; meghanai tersebut dengan ditemani satu, dua orang atau lebih meghanai sahibnya, pada malam hari antara pukul 20.00--23.00, datang ke rumah orang tua muli "meminta (berdialog) dengan muli anaknya. Jika diizinkan, meghanai yang manjau tersebut dipersilahkan duduk di ruang tamu (lapang unggak) rumah orang tua muli, dan orang tua muli (ibu atau bersama ayah) muli berada di ruang tengah (lapang tengah) rumah, menyimak jalannya "manjau" tersebut.
·         Kedua puluh; sistem muli dan perempuan muda juga yang tua, tidak boleh berpergian jauh (musafir) secara sendirian, tanpa ada laki laki kerabat (mahramnya) yang mengawal. Dan muli sebelum dia berumah tangga, juga yang "janda", mereka berada dan tunduk di bawah pengawasan dan kekuasaan ayah dan para paman mereka, didampingi para ibu, yaitu ibu mereka sendiri (kandung atau tiri), juga para istri paman (ina lunik, indui iran) si muli atau janda tadi.

Adat Lampung yang pokok pada prinsipnya sama berlaku pada adat Lampung Saibatin dan Pepadun. Yang berbeda yaitu sekadar bentuk dan sebutuan namanya saja, seperti "pimpinan adat" di saibatin (s) "Saibatin", di pepadun (p) "Punyimbang". Misalnya, Saibatin, hajatan besar mengumpulkan semua keluarga besar; puaghi, minak-muaghi, menulung, lebu-kelama, sabai/pesabaian, indai/suwaghi, tuha jaghu sumbay, buay lain dan warganya karena perkawinan anak, khitanan anak, atau penobatan "pimpinan adat tertinggi" buay. Di Pepadun, bugawi (hajatan besar) serupa.

Kelima, bujuluk buadek, (Saibatin: pandai di jong ni dighi), yaitu sikap senantiasa "tahu diri", selalu ingat pada posisi dan fungsi diri, selaras gelar adat Lampung yang telah diberikan kepada seseorang, terutama para tuha jaghu, tuha ghaja (pemimpin adat) harus selalu sadar (titi teliti), bahwa ia adalah "pemimpin", banyak anak-buah dalam pimpinannya. Ia berkewajiban senantiasa bersikap ing ngarso sung telodo supaya yang dipimpinnya juga selalu mulus dan tulus, tut wuri handayani.

Menurut hemat penulis, budaya adat Lampung adalah sejalan dengan ajaran agama (Islam).

Rujukannya Alquran dan beberapa hadis Rasulullah saw.

1. Manusia dinasabkan ke suku ayahnya.
2. Hak yang tua dalam sebuah kelompok bersaudara atas yang muda mereka adalah seperti hak seorang ayah atas anaknya.
3. Hadis riwayat Al-Baihaqi dari Sa'id Al-khudry: Tidak termasuk dari golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang muda kami, dan yang tidak mengindahkan yang tua kami.
4. Hadis riwayat Tarmizi: Dan perihal urusan mereka, bermusyawarahlah antara mereka.
5. Alquran surat Asy-Syuro ayat 38: Undanglah orang (buat walimah pernikahan), walau dengan hanya menyembelih seekor kambing.
Dan masih banyak yang lain.

Kesimpulan, kebudayaan bangsa Indonesia adalah totalitas kebudayaan yang ada di daerah-daerah Indonesia. Di daerah Lampung "orang Lampung" beradat Lampung "Saibatin" dan "Pepadun.

Pada aspek itulah, maka Provinsi Lampung disebut "sai bumi ghua jughai".

Pada sistem yang pokok adat Lampung tersebut adalah "sama", dan pada dasarnya budaya adat lampung adalah sejalan dengan ajaran agama, termasuk "falsafah" lima prinsip dasar etika sosial budaya Lampung seperti yang telah diuraikan, yang itu justru merupakan "pola" yang menjiwai adat Lampung itu sendiri.

kode iklan kumpul blogger di sini

Allen in Lampung


PDF
Cetak
E-mail
sehagohago
Ditulis oleh Darmawan Cherlanda   
Jumat, 15 Oktober 2010 23:35
lampung ialah provinsi yang cukup luas , dan mempunyai beaneka ragam budaya yang terpelangi di dalamnya , baik dalam bidang seni , budaya , bahasa , kepercayaan , dan kuliner. seperti kita ketahui bersama di lampung ini sendiri banyak sekali pendatang atau imigran-imigran dari berbagai provinsi se indonesia sampai akhirnya kebudayaan asli lampung pun pudar dan nyaris punah.
"dang ngumung ulun lappung lamon niku mak buguh kekanan(nekan) khas lappung!" , yah ini lah sebuah kalimat tekanan yang di ucapkan orang tua saya kepada saya , yang apa bila di artikan kira kira seperti ini " jangan ngomong/ngaku orang lampung kalau kamu tidak suka makanan lampung". Kalimat ini selalu terfikir oleh saya karena banyak sekali mengaku orang lampung , tinggal di lampung , sampai "bernafas"pun di lampung , tapi saya yakin ga semua orang lampung menyukai makanan khas lampung , bahkan mungkin banyak orang lampung yang tidak mengetahui sama sekali makanan apa saja yang asli dari lampung.ya ini sangat ironis , termotivasi dari pernyataan itu di tulisan ini saya mau berbagi informasi tentang makanan apa saja kah yang merupakan makanan khas lampung.
1.Seruit.
seruit di sini tentu saja bukan komunitas para blogger lampung dong , ya for your information seruit itu adalah nama makanan khas lampung. mungkin sebagian besar sudah mengetahui ,mengenal, atau hanya pernah mendengar  nama makanan ini. tapi apakah kalian tau bagaimana yang disebut seruit? dalam bayangan kalian seruit itu pasti ikan yang dicampur dengan sambal? is that true? sebenarnya pernyataan itu salah. kalau seruit yang asli lampung ,sebenarnya ialah campuran minimal 4 bahan utama:
a.sambal terasi
b.ikan
c.pengental "biasanya menggunakan terong
d.air atau bisa dengan kuah pindang
selebihnya bisa di fariasikan dengan tempoyak "durian yang telah terfermentasi" , dan lain sebagainya.
seruit
2.Panggang
sebagian kalian pasti berfikir , apakah itu panggang? apa sih yang di panggang? sebetulnya panggang ini ialah ikan "terserah jenisnya" yang di asap sampai matang , bukan makanan yang di bakar atau di panggang langsung di atas api , bumbu yang digunakan ialah bumu dapur sederhana , garam , cabe , bawang putih dll.
"loh bukannya ini banyak di jumpai di daerah lain?"
jangan salah , meskipun "panggang" ini sekilas mirip dengan makanan nusantara lainnya , tapi makanan ini berbeda , karena ikan yang telah matang akan berbau asap yang menambah selera makan , dan juga panggang ini juga bisa di kembangkan menjadi makanan lainnya seperti sayur panggang , dan sayur panggang bening
panggang.
3.Gabing
gabing ialah makanan khas lampung yang terbuat dari batang kelapa muda. wah pasti banyak nih para pembaca yang belum makan atau belum pernah dengar . ya batang kelapa muda tersebut di potong dengan ukuran sedang setelah itu di sayur dengan kuah santan , rasa yang di berikan oleh batang kelapa ini adalah rasa manis dan gurih apa bila di gigit, rasa yang di timbulkan ialah rasa unik dan menarik. berikut penampakannya kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
gabing
4.Umbu
umbu ialah suatu lalapan yang asli dari lampung. lalapan ini bukan berbentuk dedaunan hijau , umbu ialah lalap yang terbuat dari rotan muda yang di rebus hingga lunak . mungkin tebakan kalian makanan ini rasanya mirip dengan gabing? tetapi kenyataannya makanan ini jauh berbeda dengan gabing , umbu lebih cendrung berasa pahit seperti pare , tetapi pahit umbu ini dapat membangkitkan napsu makan loh.
umbu
5.Puh
puh ialah lalapan khas lampung sejenis kunyit putih muda. puh berkhasiat untuk antioksidan , anti biotik dll. rasa puh lebih ke hambar tetapi berbau khas yang wangi dapat menambah napsu makan. "gambar tidak tertera dikarenakan puh sulit detemukan di daerah lain"
6.Sambal Asam Kembang
dari judulnya kalian pasti berfikir bahwa ini sambal yang di beri asam jawa atau yang lainnya . sebenarnya sambal ini berbeda dengan sambal asam yang lainnya. sambal ini ialah sambal terasi khas lampung yang diberi buah kemang yang masi pentil , buah kemang ialah buah sebangsa dengan buah mangga. tanaman ini sekarang sudah jarang di temukan.
pohon kemang
mungkin sekian beberapa kuliner khas lampung , yang mungkin kalian belum ketahui , untuk kuliner lainnya seperti lempok , keripik pisang dan lain lain saya kira kalian telah mengetahuinya.



Ditulis oleh Zetya Hardez    Kamis, 14 Oktober 2010 23:06
Oleh Suci Gizela Pertiwi*
“KAMU itu termasuk Ulun Lampung,” begitu ujar guru Antropologi[1] saya sewaktu SMU. Walau ayah saya Palembang dan ibu saya Jawa, saya terhitung sebagai Ulun (orang) Lampung. Ini bisa dibenarkan. Secara sederhana, Ulun Lampung berarti mereka yang lahir, tinggal, dan hidup di Lampung. Secara rinci, Ulun Lampung adalah yang ayahnya adalah juga orang Lampung, kakak dan buyutnya memang pribumi Lampung sejak dahulu kala, ber-kebuayan yang jelas asal usulnya sebagai orang Lampung.[2]
Berdasarkan geografis, Lampung terletak di ujung Pulau Sumatera. Walau ‘hanya’ dibatasi oleh selat dengan Ibukota Indonesia, Jakarta, banyak yang mengatakan Lampung jauh dan masih ‘daerah’. Padahal, Merak – Bakauheuni hanya berjarak 27 km. Bakauheuni – Jakarta saja hanya berjarak 117 km, tidak lebih jauh dari Jakarta – Bandung.[3]

Harapan pada Jembatan Selat Sunda
“Yang mbikin Lampung – Bandung itu jauh banget, karena menyeberang laut. Seandainya Jembatan Selat Sunda (JSS) terealisasi, tak perlu lama lagi untuk pulang ke Lampung. Apalagi jalan Lintas Timur sudah lumayan mulus,” Ujar Achmad Hambali (47), seorang pengusaha percetakan yang tinggal di Bandung. Istrinya-lah yang mempunyai kampung halaman di Lampung, persisnya di Sukadana, Lampung Timur.
Berdarah asli Cirebon, Achmad merasa beruntung bisa mengenal Lampung. “Di Cirebon, semua masyarakat berbicara bahasa Cirebon. Jadi, pendatang suka bingung kalau tak mengerti artinya. Di Lampung, kebanyakan berbahasa Indonesia, walau banyak suku di sana. Jadi kita merasa terlebur,” papar Achmad.
Seperti yang kita ketahui, di Lampung terdapat beragam suku. Mulai dari Lampung sendiri, Palembang, Minang, Jawa, Sunda, Papua hingga Tionghoa. Lampung juga memiliki Kampung Bali (yang dapat ditemui di setiap sudut Lampung Timur), di mana tempat bermukimnya suku Bali dengan adat istiadatnya yang masih kental. Bahkan, suasana Jogyakarta bisa kita rasakan di Metro, dan Komunitas Jawa Barat (Sunda), bisa kita temui di Liwa.[4]
Sentilan Achmad mengenai Jembatan Selat Sunda, membuat saya yakin, bahwa terealisasinya JSS memang menjadi harapan sebagian besar masyarakat, yang bukan hanya masyarakat di Lampung saja. Namun, masyarakat Serang Banten, Jakarta, bahkan Bandung pun berharap hal yang sama.
Saya mengandaikan, saat JSS terealisasi, orang akan mudah berkunjung ke Lampung, sehingga seni dan budaya Lampung akan mudah pula dikenal masyarakat banyak. Dengan JSS, bukan hanya jarak yang menjadi terasa dekat. Namun, peluang usaha masyarakat, terutama pesisir, berpotensi terangkat. Lampung bisa menjadi kota besar dan berkembang.

Kuliner Khas Beragam Suku ada di Lampung
Beragamnya suku yang terdapat di Lampung, membuat kuliner khas suku masing-masing bertebaran di mana-mana. Apabila kita berkeliling Bandar Lampung, dapat kita temui di sepanjang jalan terdapat tempat makan (baik lesehan atau tidak) yang menghidangkan beragam kuliner. Ada Soto Lamongan, Soto Padang, Sate Madura, Ayam Penyet khas Semarang, Nasi Uduk Palembang, ataupun Mie Jogya. Bahkan di pelataran trotoar seberang Gang Dakwah, Jalan Zainal Pagar Alam, terdapat angkringan yang menjual ‘Nasi Kucing’, jualan khas Jogyakarta.
Angkringan ke-tiga yang ada di Lampung. Kamis, (14/10).
Adalah Dino (19), sang pengelola Angkringan Nasi Kucing tersebut. Ia mengatakan sudah sejak Maret 2010 usaha angkringan ini. Pemuda berambut gimbal ini mengaku sebelumnya sering nongkrong di angkringan serupa (dulu berlokasi di pelataran depan museum Lampung, Pen.) yang kini pengelolanya sudah pulang kampung ke Jogyakarta. “Saya pengelola ke-tiga. Dulu sering nongkrong, sekarang punya tongkrongan,” ujarnya ramah. Walaupun ayahnya asal Cilacap, dan ibu asal Lampung, ia memilih angkringan Jogya karena keunikannya.
Dari nama usaha-usaha kuliner tersebut, kita bisa tahu darimana kuliner itu berasal. Bukan tanpa alasan, banyak suku di Lampung yang rindu dengan kuliner asli mereka. Pun halnya dengan yang lain, bisa mencicipi kuliner suku yang berbeda. Bila tidak selera dengan pedasnya masakan Padang, dapat menjajal manisnya Gudeg khas Yogya.
Erik (18), salah satu penggemar ‘nasi kucing’ mengatakan alasan sering berkunjung karena suasananya. Malam hari dan lesehan di trotoar, juga karena murah meriah. “Orang di Lampung tak masalah mengenai rasa. Ayah saya asal Lampung, ibu asal Padang. Tapi lidah mencicip makanan khas Jogya, cocok-cocok saja,” papar siswa kelas 3 SMAN 12 ini.
Lain dengan Lidho (28). Perempuan berkerudung yang berasal dari Bandung ini takjub, ketika berkunjung ke Lampung awal Oktober lalu, diajak berkeliling dan ditantangi ingin makan apa. “Wah, gak perlu jauh-jauh kalo begitu. Cukup ke Lampung saja, gw sudah bisa dapat semua,” tuturnya.
Ya, menikmati makanan khas banyak suku, bisa didapati hanya dari satu tempat bernama Lampung.

Beragam Bahasa Mewarnai Perbincangan
Bertebarnya tempat makan kuliner khas suku lain, membuat saya acap kali ‘menjajal’ hampir semua masakan. Ketika saya bersantap di rumah makan Padang, saya kerap memanggil pelayannya dengan sebutan Uda. “Tambo ciek, Da!” (Tambah satu, Kak!). Kalimat yang dilontarkan ketika saya ingin menambah porsi makan saya. Terlepas dari bersuku Minang-kah pelayan itu, label Padang melekat padanya. Lain lagi suatu waktu saya bersantap di warung Batagor (bakso, tahu goreng, pen.) di FISIP Unila. “Satu ajah, A’ batagornyah,” adalah kalimat ala Sunda yang dilontarkan. Menarik, walau hanya istilah-istilah umum yang saya mengerti.
Pengalaman suami saya, Hendry Pratama (30), bisa jadi contoh. Darah asli Padang. Luar biasanya, bahasa daerah manapun mampu dikuasainya. Ia berbahasa Sunda, ketika bertemu dengan orang Sunda, atau saat bersinggah ke Bandung. Ia berbahasa Padang, ketika bertemu dengan teman satu suku. Ia pun berbicara Palembang, ketika ngobrol dengan penjual pempek di samping rumah. Ia berbahasa Jawa ketika ngobrol dengan Bibik yang sering membantu masak di rumah orangtuanya di Lampung Timur. Ketika ia menawar jualan durian di Sukadanaham, ia berbahasa Lampung. “Biasanya kita bisa diberi murah, Mi,” jelasnya. Sementara saya takjub dengan kemampuannya, saya hanya mesem-mesem karena hanya bahasa Indonesia yang saya kuasai.
Ia pun menjelaskan, kemampuannya berbahasa ragam suku bukan didapat secara otomatis. Lingkungannya yang beragam-lah yang ‘melatih’ dirinya mahir berbahasa. “Di Sukadana, banyak suku Lampung di sana. Dari sering ngobrol, jadi biasa. Teman-teman ibu kebanyakan orang Jawa. Jadi, orang Jawa berbahasa Jawa. Orang Padang memakai bahasanya sendiri. Tapi, masing-masing nyambung dan mengerti,” jelasnya.
Sepanjang pengamatan saya, hal begini hanya ditemukan di Lampung saja.

Keunikan Seni Budaya Lampung di Tengah Keragaman
Di tengah beragamnya budaya di Lampung, Budaya Lampung memiliki keunikan tersendiri yang bisa menjadi daya tarik wisata. Begawi, Sekuraan, Pesta Cakak Buah, tradisi Pekhabatin, Seni Sulaman Tapis, hingga Seni Sulaman Usus, adalah sederet seni dan budaya yang hingga kini masih dapat kita temui.[5]
Jika Amerika punya Patung Liberty, Inggris punya jam raksasa Big Ben, Jakarta punya Monas, maka Lampung punya Menara Siger. Menara berlantai enam dengan lebar bangunan 32 m, panjang 50 m, dan tinggi 32 meter ini seketika menjadi ikon Propinsi Lampung. Letaknya yang strategis, berada di titik nol Pintu Gerbang Pulau Sumatera, menyebabkan Menara Siger kemudian menjadi alternatif wisata.
Diresmikan pada 1 Mei 2008, menara yang menjadi simbol identitas ini menampung dan merepresentasikan simbol budaya Lampung.[6] Seperti payung tiga warna (putih-kuning-merah) di puncak menara yang menyimbolkan tatanan sosial masyarakat Lampung.
Simbol tatanan kehidupan sosial masyarakat Lampung.
Uniknya seni budaya Lampung di tengah keragaman sepatutnya dilestarikan. Contoh sederhana upaya pelestarian seni dan budaya Lampung adalah alat musik tradisional Cetik yang dimainkan oleh siswa-siswi SDN 2 Rawalaut pada Desember 2009 lalu, dimana cara bermainnya adalah dengan duduk lesehan sambil bersila, sementara kedua tangannya memainkan nada-nada indah sembari melantunkan lagu-lagu Lampung dengan syahdunya.[7]

Banggalah dengan Apa yang Kita Punya
Selain keragaman yang dijelaskan di atas, masih banyak keragaman budaya lain yang dimiliki Lampung. Beragam tidaklah salah. Dalam Islam, dikenal pluralitas[8] sebagai suatu keniscayaan. Allah telah berfirman, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi Allah.” (al-Hujurat: 13).
Pada dasarnya, umat manusia diciptakan dengan asal-usul yang sama, yakni keturunan Nabi Adam, as. Tendensinya, agar manusia tidak membangga-banggakan nenek moyang mereka. Kemudian Allah SWT. menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal dan bersatu, bukan untuk bermusuhan dan berselisih.[9]
Ya, keberagaman budaya harus disikapi secara positif sebagai fitrah dari Yang Maha Kuasa. Saya sebagai ulun Lampung (berdasarkan antropologi), beruntung bisa berada di Lampung, dan bisa mengenal ragam budaya yang terdapat di dalamnya. Maka, tak salah bila kita menyebut Lampung sebagai Indonesia Mini. []

PDF
Cetak
E-mail
ginda
Ditulis oleh ginda (Pubian Artikel)   
Sabtu, 06 November 2010 20:06
Kawin lari identik dengan suatu hal negatif yang ada pada masyarakat... pada artikel ini ane mau meluruskan padangan yang salah tentang apa itu kawin lari khususnya manurut pandangan masyarakat suku Lampung Pubian...
Larian (kawin lari) merupakan perkawinan yang dilakukan oleh seorang mekhanai (bujang) dan seorang muli (gadis) dimana sang mekhanai membawa terlebih dahulu si muli sebelum adanya akad nikah... tentunya hal ini telah dibicarakan dan direncanakan terlebih dahulu, bukan secara spontan/dadakan... keluarga dari pihak muli tentunya juga telah mengetahui atau telah setuju, memang biasnya tidak seluruh anggota keluarga dan kelompok adat tau tentang rencana tersebut,, bila seandainya keluarga besar dan kelompok adat sudah tau,,, buat apa Larian...
Sebelumnya, pemikiran ane pun sama negatifnya dengan pemikiran sobat2 lain... tetapi setelah ane mendengar penjelasan langsung,, ane dapat mengerti mana yang bisa disebutkan sebagai adat dan mana yang merupakan perbuatan yang melanggar hukum???
Menurut buku yang ane baca ada syarat2 yaitu:
  1. Muli yang dilarikan oleh mekhanai, wajib menaruh surat yang ditulis dan ditanda tangani oleh muli itu sendiri. Isi surat harus jelas, menerangkan bahwa mekhanai yang membawanya benama ... bin ... dan berasal dari kampung/daerah mana, serta meninggalkan sejumlah uang???
  2. Seandainya mekhanai yang membawanya adalah berasal dari kelompok Lampung Pepadun, maka keluarga yang bertanggung jawab pada pihak muli wajib mengadakan dan mengundang keluarga besar, kelompok adat, sesepuh adat, dan orang2 terdekat untuk bermusyawarah (ngukhaw muakhian),, dan di dalam musyawarah,, keluarga si muli meminta maaf atas kesalahan karena keluarga/muli tidak ada pemberitahuan sebelumnya... Tetapi apabila mekhanai tidak berasal dari kelompok Lampung Pepadun maka ngukhaw muakhian tidak wajib dilaksanakan,, apabila dilaksanakan maka itu merupakan kebijaksanaan yang terpuji.
  3. Seandainya mekhanai yang membawanya adalah berasal dari kelompok Lampung Pepadun, maka keluarga yang bertanggung jawab pada pihak mekhanai wajib mengadakan dan mengundang keluarga besar, kelompok adat, sesepuh adat, dan orang2 terdekat untuk bermusyawarah (ngukhaw muakhian),, dan di dalam musyawarah,, keluarga si mekhanai juga meminta maaf atas kesalahan karena keluarga/mekhanai tidak ada pemberitahuan sebelumnya... Tetapi apabila mekhanai tidak berasal dari kelompok Lampung Pepadun maka ngukhaw muakhian tidak wajib dilaksanakan,, apabila dilaksanakan maka itu merupakan kebijaksanaan yang terpuji. Selain itu keluarga mekhanai pun wajib menyelesaikan masalah atau melaksanakan acara ngantak salah (meminta maaf kepada keluarga pihak muli)
  4. Bila ketentuan-ketentuan pada point-poit diatas tidak deberlakukan atau tidak dilaksanakan,, maka akan ada tindakan-tindakan lain yang menanti?? Berupa hukuman denda.



ASAL USUL GEKHAL MASING-MASING KELOMPOK SUKU LAMPUNG

Artikel ini secara singkat akan menjelaskan asal usul awalnya nama2/Gekhal kelompok suku Lampung yang berjumlah 14 macam kelompok…….

  1. Pubian Telu Suku
Awal disebut PUBIAN, disebabkan Nenek Moyang suku Pubian mula-mula masuk melewati piggiran Way Pengubuan dan hulu Way Pubian. Telu Suku, maksudnya bahwa kelompok suku Lampung Pubian terdiri atas 3 suku yaitu Tambapupus, Menyakhakat, dan Bukuk Jadi.

  1. Abung Sewo Mego
Awal disebut ABUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Abung masuk melewati pinggiran Way Rarem dan hulu Way Abung. Sewo Mego, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 9 marga atau memiliki 9 marga.

  1. Tulangbawang Mego Pak
Awal disebut TULANGBAWANG, disebabkan Nenek Moyang suku Tulangbawang Mego Pak masuk melewati pinggiran Way Tulangbawang. Mego Pak, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 4 marga atau memiliki 4 marga.

  1. Waykanan
Awal disebut WAYKANAN, disebabkan Nenek Moyang suku Waykanan masuk melewati pinggiran Way Kanan. Terkadang kelompok suku Lampung Waykanan ini disebut juga BUAI LIMA, sebab kelompok suku Lampung Waykanan terdiri dari 5 kebuaian.

  1. Sungkai
Awal disebut SUNGKAI, disebabkan Nenek Moyang suku Sungkai masuk melewati pinggiran Way Sungkai. Terkadang kelompok suku Lampung Sungkai ini disebut juga Lampung Bunga Mayang, sebab kelompok suku Lampung Sungkai ada di marga Bunga Mayang atau satu-satunya marga milik mereka adalah marga Bunga Mayang.

  1. Belalau/Krui
Awal disebut BELALAU/KRUI, disebabkan Nenek Moyang suku Belalau/Krui tetap bertunggu di daerah Belalau dan Krui tidak berpindah2 seperti halnya suku2 Lampung lainnya.

  1. Peminggikh Semangka
Awal disebut PEMINGGIKH SEMANGKA, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Semangka masuk melewati pinggiran pantai. Ciri dari kelompok suku Lampung Peminggikh, ataralain bertempat tinggal di pinggiran pantai dan sering berlayar ke lautan, kelompok inilah yang dikenal sebagai pelautnya suku Lampung. Semangka, kata2 itu timbul disebabkan suku Lampung Peminggikh Semangka berada di sekitar Teluk Semangka.

  1. Peminggikh Pemanggilan
Awal disebut PEMINGGIKH PEMANGGILAN, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Pemanggilan ini berasal dari Kekhatuan Pemanggilan di Sekala Bekhak. Hal ini hanyalah sekedar untuk memudahkan perbedaan antara Peminggikh Semangka, Peminggikh Pemanggilan dan Pemanggilan Teluk, karena sesungguhnya ke-3 kelompok suku ini satu keturunan dan adat mereka awalnya berpusat di Paksi Semaka. Tetapi karena ada perselisihan atara mereka, akhirnya adat antara ke-3nya berbeda.

  1. Peminggikh Teluk
Awal disebut PEMINGGIKH TELUK, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Teluk masuk melalui sekitaran Telukbetung sampai ke Pedada. Adat Peminggikh Teluk sama dengan adat Peminggikh Pemanggilan, andaikata ada perbedaan itu hanya sedikit seperti halnya masalah upacara adat serta dialek/cara berbahasa.

  1. Melinting
Awal disebut MELINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Melinting adalah keturunan Khatu Pugung, setelah wilayah kekuasaan Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai dibagi menjadi dua wilayah oleh Kekhatuan Darah Putih di Kukhipan Kalianda, maka wilayah Labuhan Mekhinggai yang dikuasai oleh Kekhatuan Pugung disebut Kekhatuan Melinting dan selanjutnya dijadikan nama kelompok/marga yaitu Makhga Melinting.

  1. Meninting
Awal disebut MENINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Meninting ini masih satu keturunan atau satu keluarga dengan kelompok suku Lampung Melinting. Wilayah Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai yang terbagi dua oleh Khatu Darah Putih, yang masuk wilayah Khatu Darah Putih disebut Meninting.

  1. Komring/Kayu Agung
Awal disebut KOMRING/KAYU AGUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Komring/Kayu Agung masuk melalui pinggiran Way Komring sampai Kayu Agung.

  1. Ranau/Muara Dua
Awal disebut Ranau/Muara Dua, disebabkan Nenek Moyang suku Ranau/Muara Dua masuk di sekeliling Danau Ranau sampai ke Muara Dua. Antara Komering, Kayu Agung, Ranau, dan Muara Dua, kelompok Lampung ini awalnya menggunakan Bahasa Lampung Komring hanya berbeda logatnya saja dan masalah adat mereka tidak jauh berbeda. Jadi jelas bahwa Lampung Komring/Kayu Agung dan Lampung Ranau/Muara Dua adalah mutlak orang Lampung. Bahasa sehari2nya adalah bahasa Lampung, adat istiadat tidak berbeda jauh dengan suku2 Lampung yang lainnya. Sama-sama menggunakan Adok (nama panggilan adat seseorang) untuk perempuan maupun laki-laki.  Hanya pada saat Lampung memisahkan diri menjadi Provinsi baru, daerah mereka masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Selatan tidak masuk dalam wilayah Provinsi Lampung.

  1. Cikoneng/Banten
Awal disebut Cikoneng, disebabkan Nenek Moyang suku Cikoneng berasal dari Lampung dan kemudian menetap dan berkelompok di daerah Cikoneng. Cikoneng terletak di Kecamatan Anyar bagian Selatan-Banten. Bahasa dan adat Lampung Cikoneng sudah bercampur baur antara Lampung, Banten, dan Sunda.



kode iklan kumpul blogger di sini