Senin, 15 November 2010

Allen in Lampung


PDF
Cetak
E-mail
sehagohago
Ditulis oleh Darmawan Cherlanda   
Jumat, 15 Oktober 2010 23:35
lampung ialah provinsi yang cukup luas , dan mempunyai beaneka ragam budaya yang terpelangi di dalamnya , baik dalam bidang seni , budaya , bahasa , kepercayaan , dan kuliner. seperti kita ketahui bersama di lampung ini sendiri banyak sekali pendatang atau imigran-imigran dari berbagai provinsi se indonesia sampai akhirnya kebudayaan asli lampung pun pudar dan nyaris punah.
"dang ngumung ulun lappung lamon niku mak buguh kekanan(nekan) khas lappung!" , yah ini lah sebuah kalimat tekanan yang di ucapkan orang tua saya kepada saya , yang apa bila di artikan kira kira seperti ini " jangan ngomong/ngaku orang lampung kalau kamu tidak suka makanan lampung". Kalimat ini selalu terfikir oleh saya karena banyak sekali mengaku orang lampung , tinggal di lampung , sampai "bernafas"pun di lampung , tapi saya yakin ga semua orang lampung menyukai makanan khas lampung , bahkan mungkin banyak orang lampung yang tidak mengetahui sama sekali makanan apa saja yang asli dari lampung.ya ini sangat ironis , termotivasi dari pernyataan itu di tulisan ini saya mau berbagi informasi tentang makanan apa saja kah yang merupakan makanan khas lampung.
1.Seruit.
seruit di sini tentu saja bukan komunitas para blogger lampung dong , ya for your information seruit itu adalah nama makanan khas lampung. mungkin sebagian besar sudah mengetahui ,mengenal, atau hanya pernah mendengar  nama makanan ini. tapi apakah kalian tau bagaimana yang disebut seruit? dalam bayangan kalian seruit itu pasti ikan yang dicampur dengan sambal? is that true? sebenarnya pernyataan itu salah. kalau seruit yang asli lampung ,sebenarnya ialah campuran minimal 4 bahan utama:
a.sambal terasi
b.ikan
c.pengental "biasanya menggunakan terong
d.air atau bisa dengan kuah pindang
selebihnya bisa di fariasikan dengan tempoyak "durian yang telah terfermentasi" , dan lain sebagainya.
seruit
2.Panggang
sebagian kalian pasti berfikir , apakah itu panggang? apa sih yang di panggang? sebetulnya panggang ini ialah ikan "terserah jenisnya" yang di asap sampai matang , bukan makanan yang di bakar atau di panggang langsung di atas api , bumbu yang digunakan ialah bumu dapur sederhana , garam , cabe , bawang putih dll.
"loh bukannya ini banyak di jumpai di daerah lain?"
jangan salah , meskipun "panggang" ini sekilas mirip dengan makanan nusantara lainnya , tapi makanan ini berbeda , karena ikan yang telah matang akan berbau asap yang menambah selera makan , dan juga panggang ini juga bisa di kembangkan menjadi makanan lainnya seperti sayur panggang , dan sayur panggang bening
panggang.
3.Gabing
gabing ialah makanan khas lampung yang terbuat dari batang kelapa muda. wah pasti banyak nih para pembaca yang belum makan atau belum pernah dengar . ya batang kelapa muda tersebut di potong dengan ukuran sedang setelah itu di sayur dengan kuah santan , rasa yang di berikan oleh batang kelapa ini adalah rasa manis dan gurih apa bila di gigit, rasa yang di timbulkan ialah rasa unik dan menarik. berikut penampakannya kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
gabing
4.Umbu
umbu ialah suatu lalapan yang asli dari lampung. lalapan ini bukan berbentuk dedaunan hijau , umbu ialah lalap yang terbuat dari rotan muda yang di rebus hingga lunak . mungkin tebakan kalian makanan ini rasanya mirip dengan gabing? tetapi kenyataannya makanan ini jauh berbeda dengan gabing , umbu lebih cendrung berasa pahit seperti pare , tetapi pahit umbu ini dapat membangkitkan napsu makan loh.
umbu
5.Puh
puh ialah lalapan khas lampung sejenis kunyit putih muda. puh berkhasiat untuk antioksidan , anti biotik dll. rasa puh lebih ke hambar tetapi berbau khas yang wangi dapat menambah napsu makan. "gambar tidak tertera dikarenakan puh sulit detemukan di daerah lain"
6.Sambal Asam Kembang
dari judulnya kalian pasti berfikir bahwa ini sambal yang di beri asam jawa atau yang lainnya . sebenarnya sambal ini berbeda dengan sambal asam yang lainnya. sambal ini ialah sambal terasi khas lampung yang diberi buah kemang yang masi pentil , buah kemang ialah buah sebangsa dengan buah mangga. tanaman ini sekarang sudah jarang di temukan.
pohon kemang
mungkin sekian beberapa kuliner khas lampung , yang mungkin kalian belum ketahui , untuk kuliner lainnya seperti lempok , keripik pisang dan lain lain saya kira kalian telah mengetahuinya.



Ditulis oleh Zetya Hardez    Kamis, 14 Oktober 2010 23:06
Oleh Suci Gizela Pertiwi*
“KAMU itu termasuk Ulun Lampung,” begitu ujar guru Antropologi[1] saya sewaktu SMU. Walau ayah saya Palembang dan ibu saya Jawa, saya terhitung sebagai Ulun (orang) Lampung. Ini bisa dibenarkan. Secara sederhana, Ulun Lampung berarti mereka yang lahir, tinggal, dan hidup di Lampung. Secara rinci, Ulun Lampung adalah yang ayahnya adalah juga orang Lampung, kakak dan buyutnya memang pribumi Lampung sejak dahulu kala, ber-kebuayan yang jelas asal usulnya sebagai orang Lampung.[2]
Berdasarkan geografis, Lampung terletak di ujung Pulau Sumatera. Walau ‘hanya’ dibatasi oleh selat dengan Ibukota Indonesia, Jakarta, banyak yang mengatakan Lampung jauh dan masih ‘daerah’. Padahal, Merak – Bakauheuni hanya berjarak 27 km. Bakauheuni – Jakarta saja hanya berjarak 117 km, tidak lebih jauh dari Jakarta – Bandung.[3]

Harapan pada Jembatan Selat Sunda
“Yang mbikin Lampung – Bandung itu jauh banget, karena menyeberang laut. Seandainya Jembatan Selat Sunda (JSS) terealisasi, tak perlu lama lagi untuk pulang ke Lampung. Apalagi jalan Lintas Timur sudah lumayan mulus,” Ujar Achmad Hambali (47), seorang pengusaha percetakan yang tinggal di Bandung. Istrinya-lah yang mempunyai kampung halaman di Lampung, persisnya di Sukadana, Lampung Timur.
Berdarah asli Cirebon, Achmad merasa beruntung bisa mengenal Lampung. “Di Cirebon, semua masyarakat berbicara bahasa Cirebon. Jadi, pendatang suka bingung kalau tak mengerti artinya. Di Lampung, kebanyakan berbahasa Indonesia, walau banyak suku di sana. Jadi kita merasa terlebur,” papar Achmad.
Seperti yang kita ketahui, di Lampung terdapat beragam suku. Mulai dari Lampung sendiri, Palembang, Minang, Jawa, Sunda, Papua hingga Tionghoa. Lampung juga memiliki Kampung Bali (yang dapat ditemui di setiap sudut Lampung Timur), di mana tempat bermukimnya suku Bali dengan adat istiadatnya yang masih kental. Bahkan, suasana Jogyakarta bisa kita rasakan di Metro, dan Komunitas Jawa Barat (Sunda), bisa kita temui di Liwa.[4]
Sentilan Achmad mengenai Jembatan Selat Sunda, membuat saya yakin, bahwa terealisasinya JSS memang menjadi harapan sebagian besar masyarakat, yang bukan hanya masyarakat di Lampung saja. Namun, masyarakat Serang Banten, Jakarta, bahkan Bandung pun berharap hal yang sama.
Saya mengandaikan, saat JSS terealisasi, orang akan mudah berkunjung ke Lampung, sehingga seni dan budaya Lampung akan mudah pula dikenal masyarakat banyak. Dengan JSS, bukan hanya jarak yang menjadi terasa dekat. Namun, peluang usaha masyarakat, terutama pesisir, berpotensi terangkat. Lampung bisa menjadi kota besar dan berkembang.

Kuliner Khas Beragam Suku ada di Lampung
Beragamnya suku yang terdapat di Lampung, membuat kuliner khas suku masing-masing bertebaran di mana-mana. Apabila kita berkeliling Bandar Lampung, dapat kita temui di sepanjang jalan terdapat tempat makan (baik lesehan atau tidak) yang menghidangkan beragam kuliner. Ada Soto Lamongan, Soto Padang, Sate Madura, Ayam Penyet khas Semarang, Nasi Uduk Palembang, ataupun Mie Jogya. Bahkan di pelataran trotoar seberang Gang Dakwah, Jalan Zainal Pagar Alam, terdapat angkringan yang menjual ‘Nasi Kucing’, jualan khas Jogyakarta.
Angkringan ke-tiga yang ada di Lampung. Kamis, (14/10).
Adalah Dino (19), sang pengelola Angkringan Nasi Kucing tersebut. Ia mengatakan sudah sejak Maret 2010 usaha angkringan ini. Pemuda berambut gimbal ini mengaku sebelumnya sering nongkrong di angkringan serupa (dulu berlokasi di pelataran depan museum Lampung, Pen.) yang kini pengelolanya sudah pulang kampung ke Jogyakarta. “Saya pengelola ke-tiga. Dulu sering nongkrong, sekarang punya tongkrongan,” ujarnya ramah. Walaupun ayahnya asal Cilacap, dan ibu asal Lampung, ia memilih angkringan Jogya karena keunikannya.
Dari nama usaha-usaha kuliner tersebut, kita bisa tahu darimana kuliner itu berasal. Bukan tanpa alasan, banyak suku di Lampung yang rindu dengan kuliner asli mereka. Pun halnya dengan yang lain, bisa mencicipi kuliner suku yang berbeda. Bila tidak selera dengan pedasnya masakan Padang, dapat menjajal manisnya Gudeg khas Yogya.
Erik (18), salah satu penggemar ‘nasi kucing’ mengatakan alasan sering berkunjung karena suasananya. Malam hari dan lesehan di trotoar, juga karena murah meriah. “Orang di Lampung tak masalah mengenai rasa. Ayah saya asal Lampung, ibu asal Padang. Tapi lidah mencicip makanan khas Jogya, cocok-cocok saja,” papar siswa kelas 3 SMAN 12 ini.
Lain dengan Lidho (28). Perempuan berkerudung yang berasal dari Bandung ini takjub, ketika berkunjung ke Lampung awal Oktober lalu, diajak berkeliling dan ditantangi ingin makan apa. “Wah, gak perlu jauh-jauh kalo begitu. Cukup ke Lampung saja, gw sudah bisa dapat semua,” tuturnya.
Ya, menikmati makanan khas banyak suku, bisa didapati hanya dari satu tempat bernama Lampung.

Beragam Bahasa Mewarnai Perbincangan
Bertebarnya tempat makan kuliner khas suku lain, membuat saya acap kali ‘menjajal’ hampir semua masakan. Ketika saya bersantap di rumah makan Padang, saya kerap memanggil pelayannya dengan sebutan Uda. “Tambo ciek, Da!” (Tambah satu, Kak!). Kalimat yang dilontarkan ketika saya ingin menambah porsi makan saya. Terlepas dari bersuku Minang-kah pelayan itu, label Padang melekat padanya. Lain lagi suatu waktu saya bersantap di warung Batagor (bakso, tahu goreng, pen.) di FISIP Unila. “Satu ajah, A’ batagornyah,” adalah kalimat ala Sunda yang dilontarkan. Menarik, walau hanya istilah-istilah umum yang saya mengerti.
Pengalaman suami saya, Hendry Pratama (30), bisa jadi contoh. Darah asli Padang. Luar biasanya, bahasa daerah manapun mampu dikuasainya. Ia berbahasa Sunda, ketika bertemu dengan orang Sunda, atau saat bersinggah ke Bandung. Ia berbahasa Padang, ketika bertemu dengan teman satu suku. Ia pun berbicara Palembang, ketika ngobrol dengan penjual pempek di samping rumah. Ia berbahasa Jawa ketika ngobrol dengan Bibik yang sering membantu masak di rumah orangtuanya di Lampung Timur. Ketika ia menawar jualan durian di Sukadanaham, ia berbahasa Lampung. “Biasanya kita bisa diberi murah, Mi,” jelasnya. Sementara saya takjub dengan kemampuannya, saya hanya mesem-mesem karena hanya bahasa Indonesia yang saya kuasai.
Ia pun menjelaskan, kemampuannya berbahasa ragam suku bukan didapat secara otomatis. Lingkungannya yang beragam-lah yang ‘melatih’ dirinya mahir berbahasa. “Di Sukadana, banyak suku Lampung di sana. Dari sering ngobrol, jadi biasa. Teman-teman ibu kebanyakan orang Jawa. Jadi, orang Jawa berbahasa Jawa. Orang Padang memakai bahasanya sendiri. Tapi, masing-masing nyambung dan mengerti,” jelasnya.
Sepanjang pengamatan saya, hal begini hanya ditemukan di Lampung saja.

Keunikan Seni Budaya Lampung di Tengah Keragaman
Di tengah beragamnya budaya di Lampung, Budaya Lampung memiliki keunikan tersendiri yang bisa menjadi daya tarik wisata. Begawi, Sekuraan, Pesta Cakak Buah, tradisi Pekhabatin, Seni Sulaman Tapis, hingga Seni Sulaman Usus, adalah sederet seni dan budaya yang hingga kini masih dapat kita temui.[5]
Jika Amerika punya Patung Liberty, Inggris punya jam raksasa Big Ben, Jakarta punya Monas, maka Lampung punya Menara Siger. Menara berlantai enam dengan lebar bangunan 32 m, panjang 50 m, dan tinggi 32 meter ini seketika menjadi ikon Propinsi Lampung. Letaknya yang strategis, berada di titik nol Pintu Gerbang Pulau Sumatera, menyebabkan Menara Siger kemudian menjadi alternatif wisata.
Diresmikan pada 1 Mei 2008, menara yang menjadi simbol identitas ini menampung dan merepresentasikan simbol budaya Lampung.[6] Seperti payung tiga warna (putih-kuning-merah) di puncak menara yang menyimbolkan tatanan sosial masyarakat Lampung.
Simbol tatanan kehidupan sosial masyarakat Lampung.
Uniknya seni budaya Lampung di tengah keragaman sepatutnya dilestarikan. Contoh sederhana upaya pelestarian seni dan budaya Lampung adalah alat musik tradisional Cetik yang dimainkan oleh siswa-siswi SDN 2 Rawalaut pada Desember 2009 lalu, dimana cara bermainnya adalah dengan duduk lesehan sambil bersila, sementara kedua tangannya memainkan nada-nada indah sembari melantunkan lagu-lagu Lampung dengan syahdunya.[7]

Banggalah dengan Apa yang Kita Punya
Selain keragaman yang dijelaskan di atas, masih banyak keragaman budaya lain yang dimiliki Lampung. Beragam tidaklah salah. Dalam Islam, dikenal pluralitas[8] sebagai suatu keniscayaan. Allah telah berfirman, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi Allah.” (al-Hujurat: 13).
Pada dasarnya, umat manusia diciptakan dengan asal-usul yang sama, yakni keturunan Nabi Adam, as. Tendensinya, agar manusia tidak membangga-banggakan nenek moyang mereka. Kemudian Allah SWT. menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal dan bersatu, bukan untuk bermusuhan dan berselisih.[9]
Ya, keberagaman budaya harus disikapi secara positif sebagai fitrah dari Yang Maha Kuasa. Saya sebagai ulun Lampung (berdasarkan antropologi), beruntung bisa berada di Lampung, dan bisa mengenal ragam budaya yang terdapat di dalamnya. Maka, tak salah bila kita menyebut Lampung sebagai Indonesia Mini. []

PDF
Cetak
E-mail
ginda
Ditulis oleh ginda (Pubian Artikel)   
Sabtu, 06 November 2010 20:06
Kawin lari identik dengan suatu hal negatif yang ada pada masyarakat... pada artikel ini ane mau meluruskan padangan yang salah tentang apa itu kawin lari khususnya manurut pandangan masyarakat suku Lampung Pubian...
Larian (kawin lari) merupakan perkawinan yang dilakukan oleh seorang mekhanai (bujang) dan seorang muli (gadis) dimana sang mekhanai membawa terlebih dahulu si muli sebelum adanya akad nikah... tentunya hal ini telah dibicarakan dan direncanakan terlebih dahulu, bukan secara spontan/dadakan... keluarga dari pihak muli tentunya juga telah mengetahui atau telah setuju, memang biasnya tidak seluruh anggota keluarga dan kelompok adat tau tentang rencana tersebut,, bila seandainya keluarga besar dan kelompok adat sudah tau,,, buat apa Larian...
Sebelumnya, pemikiran ane pun sama negatifnya dengan pemikiran sobat2 lain... tetapi setelah ane mendengar penjelasan langsung,, ane dapat mengerti mana yang bisa disebutkan sebagai adat dan mana yang merupakan perbuatan yang melanggar hukum???
Menurut buku yang ane baca ada syarat2 yaitu:
  1. Muli yang dilarikan oleh mekhanai, wajib menaruh surat yang ditulis dan ditanda tangani oleh muli itu sendiri. Isi surat harus jelas, menerangkan bahwa mekhanai yang membawanya benama ... bin ... dan berasal dari kampung/daerah mana, serta meninggalkan sejumlah uang???
  2. Seandainya mekhanai yang membawanya adalah berasal dari kelompok Lampung Pepadun, maka keluarga yang bertanggung jawab pada pihak muli wajib mengadakan dan mengundang keluarga besar, kelompok adat, sesepuh adat, dan orang2 terdekat untuk bermusyawarah (ngukhaw muakhian),, dan di dalam musyawarah,, keluarga si muli meminta maaf atas kesalahan karena keluarga/muli tidak ada pemberitahuan sebelumnya... Tetapi apabila mekhanai tidak berasal dari kelompok Lampung Pepadun maka ngukhaw muakhian tidak wajib dilaksanakan,, apabila dilaksanakan maka itu merupakan kebijaksanaan yang terpuji.
  3. Seandainya mekhanai yang membawanya adalah berasal dari kelompok Lampung Pepadun, maka keluarga yang bertanggung jawab pada pihak mekhanai wajib mengadakan dan mengundang keluarga besar, kelompok adat, sesepuh adat, dan orang2 terdekat untuk bermusyawarah (ngukhaw muakhian),, dan di dalam musyawarah,, keluarga si mekhanai juga meminta maaf atas kesalahan karena keluarga/mekhanai tidak ada pemberitahuan sebelumnya... Tetapi apabila mekhanai tidak berasal dari kelompok Lampung Pepadun maka ngukhaw muakhian tidak wajib dilaksanakan,, apabila dilaksanakan maka itu merupakan kebijaksanaan yang terpuji. Selain itu keluarga mekhanai pun wajib menyelesaikan masalah atau melaksanakan acara ngantak salah (meminta maaf kepada keluarga pihak muli)
  4. Bila ketentuan-ketentuan pada point-poit diatas tidak deberlakukan atau tidak dilaksanakan,, maka akan ada tindakan-tindakan lain yang menanti?? Berupa hukuman denda.



ASAL USUL GEKHAL MASING-MASING KELOMPOK SUKU LAMPUNG

Artikel ini secara singkat akan menjelaskan asal usul awalnya nama2/Gekhal kelompok suku Lampung yang berjumlah 14 macam kelompok…….

  1. Pubian Telu Suku
Awal disebut PUBIAN, disebabkan Nenek Moyang suku Pubian mula-mula masuk melewati piggiran Way Pengubuan dan hulu Way Pubian. Telu Suku, maksudnya bahwa kelompok suku Lampung Pubian terdiri atas 3 suku yaitu Tambapupus, Menyakhakat, dan Bukuk Jadi.

  1. Abung Sewo Mego
Awal disebut ABUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Abung masuk melewati pinggiran Way Rarem dan hulu Way Abung. Sewo Mego, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 9 marga atau memiliki 9 marga.

  1. Tulangbawang Mego Pak
Awal disebut TULANGBAWANG, disebabkan Nenek Moyang suku Tulangbawang Mego Pak masuk melewati pinggiran Way Tulangbawang. Mego Pak, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 4 marga atau memiliki 4 marga.

  1. Waykanan
Awal disebut WAYKANAN, disebabkan Nenek Moyang suku Waykanan masuk melewati pinggiran Way Kanan. Terkadang kelompok suku Lampung Waykanan ini disebut juga BUAI LIMA, sebab kelompok suku Lampung Waykanan terdiri dari 5 kebuaian.

  1. Sungkai
Awal disebut SUNGKAI, disebabkan Nenek Moyang suku Sungkai masuk melewati pinggiran Way Sungkai. Terkadang kelompok suku Lampung Sungkai ini disebut juga Lampung Bunga Mayang, sebab kelompok suku Lampung Sungkai ada di marga Bunga Mayang atau satu-satunya marga milik mereka adalah marga Bunga Mayang.

  1. Belalau/Krui
Awal disebut BELALAU/KRUI, disebabkan Nenek Moyang suku Belalau/Krui tetap bertunggu di daerah Belalau dan Krui tidak berpindah2 seperti halnya suku2 Lampung lainnya.

  1. Peminggikh Semangka
Awal disebut PEMINGGIKH SEMANGKA, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Semangka masuk melewati pinggiran pantai. Ciri dari kelompok suku Lampung Peminggikh, ataralain bertempat tinggal di pinggiran pantai dan sering berlayar ke lautan, kelompok inilah yang dikenal sebagai pelautnya suku Lampung. Semangka, kata2 itu timbul disebabkan suku Lampung Peminggikh Semangka berada di sekitar Teluk Semangka.

  1. Peminggikh Pemanggilan
Awal disebut PEMINGGIKH PEMANGGILAN, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Pemanggilan ini berasal dari Kekhatuan Pemanggilan di Sekala Bekhak. Hal ini hanyalah sekedar untuk memudahkan perbedaan antara Peminggikh Semangka, Peminggikh Pemanggilan dan Pemanggilan Teluk, karena sesungguhnya ke-3 kelompok suku ini satu keturunan dan adat mereka awalnya berpusat di Paksi Semaka. Tetapi karena ada perselisihan atara mereka, akhirnya adat antara ke-3nya berbeda.

  1. Peminggikh Teluk
Awal disebut PEMINGGIKH TELUK, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Teluk masuk melalui sekitaran Telukbetung sampai ke Pedada. Adat Peminggikh Teluk sama dengan adat Peminggikh Pemanggilan, andaikata ada perbedaan itu hanya sedikit seperti halnya masalah upacara adat serta dialek/cara berbahasa.

  1. Melinting
Awal disebut MELINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Melinting adalah keturunan Khatu Pugung, setelah wilayah kekuasaan Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai dibagi menjadi dua wilayah oleh Kekhatuan Darah Putih di Kukhipan Kalianda, maka wilayah Labuhan Mekhinggai yang dikuasai oleh Kekhatuan Pugung disebut Kekhatuan Melinting dan selanjutnya dijadikan nama kelompok/marga yaitu Makhga Melinting.

  1. Meninting
Awal disebut MENINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Meninting ini masih satu keturunan atau satu keluarga dengan kelompok suku Lampung Melinting. Wilayah Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai yang terbagi dua oleh Khatu Darah Putih, yang masuk wilayah Khatu Darah Putih disebut Meninting.

  1. Komring/Kayu Agung
Awal disebut KOMRING/KAYU AGUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Komring/Kayu Agung masuk melalui pinggiran Way Komring sampai Kayu Agung.

  1. Ranau/Muara Dua
Awal disebut Ranau/Muara Dua, disebabkan Nenek Moyang suku Ranau/Muara Dua masuk di sekeliling Danau Ranau sampai ke Muara Dua. Antara Komering, Kayu Agung, Ranau, dan Muara Dua, kelompok Lampung ini awalnya menggunakan Bahasa Lampung Komring hanya berbeda logatnya saja dan masalah adat mereka tidak jauh berbeda. Jadi jelas bahwa Lampung Komring/Kayu Agung dan Lampung Ranau/Muara Dua adalah mutlak orang Lampung. Bahasa sehari2nya adalah bahasa Lampung, adat istiadat tidak berbeda jauh dengan suku2 Lampung yang lainnya. Sama-sama menggunakan Adok (nama panggilan adat seseorang) untuk perempuan maupun laki-laki.  Hanya pada saat Lampung memisahkan diri menjadi Provinsi baru, daerah mereka masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Selatan tidak masuk dalam wilayah Provinsi Lampung.

  1. Cikoneng/Banten
Awal disebut Cikoneng, disebabkan Nenek Moyang suku Cikoneng berasal dari Lampung dan kemudian menetap dan berkelompok di daerah Cikoneng. Cikoneng terletak di Kecamatan Anyar bagian Selatan-Banten. Bahasa dan adat Lampung Cikoneng sudah bercampur baur antara Lampung, Banten, dan Sunda.



kode iklan kumpul blogger di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar